ASDP Dinilai Lempar Tanggung Jawab, APSS Ancam Bawa Masalah Limbah Kapal ke DPRD Cilegon


ASNNEWS|Cilegon – Aliansi Peduli Selat Sunda (APSS) kembali gigit jari usai pertemuan resmi dengan PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Merak. Alih-alih membawa kejelasan soal keberadaan fasilitas penerimaan limbah kapal atau Reception Facility (RF), pertemuan itu justru berujung pada kekecewaan mendalam. ASDP dinilai tak menjawab inti persoalan dan justru cenderung melempar tanggung jawab ke pihak lain. Kamis (08/05/25)

Pertemuan yang digelar pekan ini hanya dihadiri jajaran manajer operasional ASDP. Sang General Manager, yang diharapkan hadir, justru absen dengan alasan ada agenda lain. Dalam forum tersebut, perwakilan ASDP bernama Muhamad Jahri menyampaikan bahwa pengelolaan limbah kapal tidak dilakukan sembarangan, melainkan lewat pihak ketiga bernama PT IFPRO—yang disebut sebagai anak usaha ASDP.

Namun jawaban itu dianggap tak memuaskan. “Jawaban ASDP tidak punya akar, tidak punya rotan. Mereka tahu ada masalah regulasi, tapi tetap tidak memberi solusi. Ini bentuk pengelakan,” ujar Hadi, Koordinator Lapangan APSS.

Jahri juga menyatakan bahwa ASDP belum memiliki fasilitas RF permanen, meskipun regulasi seperti Konvensi MARPOL 73/78 dan Permenhub No. 29 Tahun 2014 mewajibkannya. Ia berdalih bahwa tanggung jawab tak sepenuhnya ada pada ASDP. “Kami ini hanya operator pelabuhan. Keputusan bukan di tangan kami sepenuhnya. Ada KSOP dan BPTD sebagai regulator,” kata Jahri.

Pernyataan ini justru menyulut kritik keras dari APSS. Mereka menilai ASDP tidak menunjukkan itikad baik untuk menuntaskan persoalan limbah, terlebih sebagai pengelola pelabuhan tersibuk di Indonesia. “Mereka hanya sebut pihak ketiga, tapi tak ada bukti. Mana dokumen izin, integrasi sistem, atau kajian lingkungannya? Ini rawan jadi modus buang limbah diam-diam ke laut,” tegas Wawan, Sekretaris Jenderal APSS.

APSS menyebut ketiadaan RF permanen bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi juga ancaman nyata bagi ekosistem Selat Sunda. Mereka mencatat, setiap hari lebih dari 60 kapal melintasi kawasan tersebut, namun hanya tujuh di antaranya milik ASDP.

Merasa jalan dialog tertutup, APSS kini siap melangkah ke jalur politik. Mereka akan mengajukan surat resmi ke DPRD Kota Cilegon untuk menggelar hearing terbuka dengan menghadirkan semua pihak terkait. “Ini bukan isu teknis semata, tapi soal komitmen negara terhadap laut. DPRD harus buka ruang dialog dan transparansi,” tegas Wawan.

Tak berhenti di situ, APSS juga menuntut keterbukaan dokumen lingkungan dari seluruh operator pelayaran, termasuk swasta, yang beroperasi di Pelabuhan Merak. Mereka mendesak audit menyeluruh agar praktik pencemaran tak terus dibiarkan.

“Kami tidak akan diam. Publik berhak tahu apa yang terjadi. Ini bukan soal teknis, ini soal moral,” tutup Hadi..

Posted in News

Berita Terkait

Top