Santri Bukan Hanya Berorientasi Dalam Dunia ta’lim wa ta’lum, Dalam Merespon Dinamika Global.
ASN NEWS, Serang – Santri harus memahami betul langkah dalam sebuah berdakwah langkah dan solusi dalam mengembangkan dunia ta’lim watalum harus mampu memahami konsep dalam mengamalkan ilmunya yang dimana jaman semakin berkembang, kalau hanya saja berprinsip sebagai mana air mengalir pemikiran santri bukan seperti itu, santri harus berpikir reformatif, jangan sampai pandangan-pandangan yang mengunderestimatekemampuan santri–santri sekarang yang menganggapnya tidak mampu menjawab persoalan kekinian dan dalam organisatoris yang demikian semestinya ditepikan. santri – santri tidak boleh minder dan rendah diri untuk melakukan terobosan -terobosan hal yang maju dalam berdakwah ilmu agama, sejatinya santri menggali ilmu agama bukan hanya untuk diri sendiri namun umat islam lainnya, dan ketika hal itu menjadi hambatan dan permasalahan dalam manajemen dan konsep yang mundur karna di hantam banyaknya firqoh, maka santi perlu memiliki pemikiran yang reformatif.
Santri adalah regenerasi ulama, dalam berdakwah perlunya wadah yang sejalan, ulama–ulama terdahulu seperti mbah hasyim asy’ari sudah menyiapkan itu, yaitu Nahdlatul ulama .
Sayidina ali bin abi tholib pernah berkata :
“الحق بلا نظام قد يغلبه الباطل بلا نظام
“kebenaran yang tidak terorganisir bisa saja akan dikalahkan oleh kebathilan yang terorganisir”.
Untuk itu perlunya santri dalam memahami hal-hal yang demikian, dan di dalam bernidzom itu bukan hanya nidzom namun harus memiliki kualifikasi agar dakwah dan berwadah terorganisir dan dakwah sampai hingga pelosok – pelosok penjuru nusantara, dan di NU para santri dan alumni pesantren wadah yang tepat di banom – banom NU, ataupun semi otonom GP ansornya seperti Rijalul ansor, dan tentunya harus paham dan mengaktulisasikan diri dalam hal berikut :
Pertama, أن يكون منظما ومحركا
Santri harus Mempunyai jiwa organisatoris (munadzim) dan sekaligus penggerak (muharrik)jam’iyyah dalam rangka optimalisasi program. Agar program – program terlaksana harus memiliki dan menjiwai dan paham.
Kedua, أن يكون مثقفا
Membekali diri dengan wawasan jam’iyyah, agama dan kemasyarakatan (mutsaqqof), sesuai dengan levelnya (Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Majelis Wakil Cabang, Pengurus Ranting, dan Pengurus Anak Ranting).
Ketiga, أن يكون عالما وعاملا بعلمه
Berusaha untuk membekali diri dengan ilmu-ilmu agama (al-‘ulum ad-diniyyah), serta mengamalkannya dalam kehidupan nyata.
Keempat, أن يكون عالما بزمانه
Mempunyai kearifan dalam menyikapi problem keumatan, dan kemasyarakatan sesuai zamannya, sebagaimana kutipan dalam salah satu kitab turats pesantren, (a’rifan aw a’liman bi zamanihi)
Kelima, أن يكون قائدا
Mempunyai jiwa panglima, mempunyai keterampilan (skill) untuk mengeksekusi atau melaksanakan program, (an yakuna qooidan).
Keenam, أن يكون قدوة
Mempunyai keteladanan dalam kehidupan pribadi, organisasi, maupun masyarakat (Qudwah Hasanah), termasuk di dalamnya al-Akhlaqul al-Karimah.( safihi)